SALAM PENDIDIKAN

Terima kasih saya ucapkan pada rekan-rekan saya yang telah mngunjungi, mengakses, dan menggunakan Blog saya. Blog ini saya buat dalam rangka menuangkan ide-ide atau pikiran saya, sehingga tidak menumpuk di otak dan sedikit banyak telah menuntun saya untuk mau menulis di dalam Blog.

Selasa, 25 Oktober 2016

Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa Mata Pelajaran Matematika

A.    Konteks Kajian

Di zaman modern ini pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan generasi-generasi bangsa yang mampu mengimbangi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan merupakan salah satu penentu maju mundurnya peradaban suatu bangsa. Mengingat hal tersebut maka seharusnya pendidikan mampu memberikan kontribusinya secara optimal dalam melahirkan generasi-generasi penerus bangsa yang berkualitas, baik  penguasaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam iman dan takwa, seperti apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan Pendidikan Nasional  seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 adalah:
Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya, yaitu manusia  yang beriman terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan.

Salah satu bentuk wujud nyata untuk mencapai cita-cita bangsa tersebut adalah adanya lembaga-lembaga pendidikan formal. Pendidikan sekolah merupakan salah satu bentuk pendidikan  formal yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan pembelajaran yang terencana dan sistematis. Tetapi tidak jarang lembaga-lembaga pendidikan formal belum mampu menghasilkan generasi-generasi bangsa yang berkualitas, ini disebabkan oleh banyaknya permasalahan-permasalahan dalam dunia pendidikan yang belum mampu ditanggulangi oleh pemerintah.

Salah satu permasalahn pendidikan di lingkungan sekolah yang secara langsung berhadapan dengan siswa adalah pembelajaran.  Rendahnya kualitas pembelajaran berdampak pada rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk menciptakan pembelajaran yang berkualitas memang bukan pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan komitmen dan kerjasama yang baik antara elemen-elemen yang terlibat di dalamnya.

Salah satu elemen yang paling berperan dalam kegiatan pembelajaran adalah guru. Guru memegang posisi sentral dan menjadi ujung tombak dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga berhasilnya tidaknya suatu kegiatan pembelajaran sangat ditentukan oleh guru. Sehingga wajar hampir sebagian besar kebijakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, diarahkan dulu pada upaya peningkatan kemampuan dan kualitas guru sebagai tenaga pengajar.
Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan, guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan formal di sekolah. Hal itu tidak dapat disangkal, karena lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru.

Oleh karena itu, dalam rangka menciptakan pembelajaran yang berkualitas dibutuhkan kesanggupan guru untuk mau mengembangkan model-model pembelajarannya sesuai dengan karakteristik  siswa yang dihadapi, juga dituntut adanya kreatifitas dan kecerdasan guru yang tinggi untuk mengkreasikan sumber-sumber pembelajaran yang ada dan memanfaatkannya secara proporsional, sehingga dapat meningkatkan prestasi siswa dalam pembelajaran.

Salah satu disiplin ilmu yang  diajarkan di sekolah adalah matematika. Di setiap tingkat atau jenjang pendidikan baik di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun di Sekolah Menengah Atas (SMA), matematika merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan. Apalagai mengacu pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang berlaku pada saat ini. 
Mata pelajaran matematika termasuk pada mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Sehingga konsekuensinya bagi siswa, kalau tidak lulus mata pelajaran matematika di ujian akhir nasional pada jenjang pendidikannya maka siswa tersebut tidak berhak melanjutkan pada jenjang pendidikan yang ada di atasnya.

Begitu juga pada Sekolah Menengah Pertama (SMP), mata pelajaran matematika merupakan prasyarat untuk melanjutkan pada Sekolah Menengah Atas (SMA). Atas dasar tersebut maka pembelajaran matematika yang berkualitas harus mampu diciptakan sehingga siswa tidak lagi menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang menakutkan dan persentase angka kelulusan terus dapat ditingkatkan.

Tujuan pembelajaran matematika pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) berdasarkan Standar Kompetensi yang ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006, adalah:
  1.  Memahami konsep bilangan real, operasi hitung dan sifat-sifatnya (komutatif, asosiatif, distributif), barisan bilangan, serta pennggunaannya dalam pemecahan masalah.
  2. Memahami konsep aljabar: bentuk aljabar dan unsur-unsurnya, persamaan dan tidak persamaan dan pertidaksamaan linear serta pennyelesaiannya, himpunan dan operasinya, relasi, fungsi dan grafiknya, serta persamaan linear dan penyelasaiannya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.
  3. Memahami bangun-bangun geometri, unsur-unsur dan sifat-sifatnya, ukuran dan pengukurannya, meliputi: hubungan antar garis, sudut (melukis dan membagi sudut), dan segi empat, teorema Pythagoras, lingkaran (garis singgung sekutu, lingkaran luar dan lingkaran dalam segitiga dan melukisnya), kubus, balok, prisma, limas dan jenjang-jenjangnya, kesebangunan dan kongruensi, tabung, kerucut, bola, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.
  4. Memahami konsep data, pengumpulandan pengujian data, (dengan tabel, gambar diagram, grafik), rentangan data, rata hitung, modus dan mediadn, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah.
  5. Memahami konsep ruang sampel dan peluang kejadian, serta memanfaatkan dalam pemecahan masalah.
  6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan.
  7. Memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka diharapkan pada siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP) setelah belajar matemtika diharapkan mampu memahami konsep atau teori dalam matematika berkenaan dengan materi yang dipelajari dan kemudian mampu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama dalam upaya memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut secara optimal maka mutlak diperlukan suatu kebijakan pembelajaran matematika yang benar-benar berkualitas sehingga siswa terdorong untuk belajar dan dengan cepat memahami materi-materi yang diajarkan. Apa lagi mengingat bahwa siswa menganggap mata pelajaran matematika merupakan materi pelajaran yang sulit dipahami dan dicerna oleh siswa. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru untuk memberikan pemahaman yang jelas tentang matematika sehingga siswa tidak akan takut lagi untuk belajar matematika, ini hanya dapat dilakukan dengan menciptakan sistem pembelajaran matematika yang berkualitas. 
Terlepas dari hal tersebut, seorang ahli matematika modern mengatakan, “ada lima tahapan yang harus dilalui untuk dapat memahami matematika, yaitu pengenalan, analisis, pengamatan, deduksi dan akurat.”  Dari pendapat tersebut maka dalam pelaksanaan pembelajaran yang berkualitas, tahapan-tahapan tersebut harus dapat dilalui dengan baik sehingga tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan bisa terwujudkan.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut, jelas bahwa pembelajaran yang baik merupakan instrumen  inti dalam upaya menjadikan siswa menjadi manusia yang berkualitas baik secara intelektual maupun spiritual. Tetapi tidak jarang lembaga-lembaga pendidikan formal pada suatu wilayah, belum mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang berkualitas  khususnya dalam pembelajaran matematika.

Bagaimana dengan sebuah kecamatan baru dalam hal pendidikan, khususnya dalam kegiatan pembelajaran matematika pada  Sekolah Menengah Pertama (SMP) ?

Dalam bidang pendidikan Kecamatan Wanasaba sudah cukup mapan, hal tersebut terlihat dari banyaknya lembaga-lembaga pendidikan formal atau sekolah, baik sekolah swasta maupun sekolah negeri yang tersebar di wilayah Kecamatan Wanasaba. Dari data yang diberikan oleh Kantor Cabang Dinas Pendidikan (KCD)  Kecamatan Wanasaba, terdapat 19 sekolah TK, SD/MI sebanyak 47 sekolah yang terdiri dari 4 sekolah negeri dan 17 sekolah swasta, SMA/MA sebanyak 12 sekolah yang terdiri dari 2 sekolah negeri dan 10 sekolah swasta. 
Dengan banyaknya sekolah seperti yang diuraikan, menunjukkan bahwa Kecamatan Wanasaba telah cukup mapan dalam bidang pendidikan. Namun yang menjadi sorotan sekarang adalah keberadaan sekolah-sekolah negeri yang berada pada wilayah Kecamatan Wanasaba, khususnya Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri.

Walaupun dewasa ini sudah tidak begitu jauh perbedaan anatara sekolah negeri dengan sekolah swasta, namun masyarakat banyak yang lebih antusias menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah negeri. Dapat disimpulkan bahwa sekolah-sekolah negeri di Kecamatan Wanasaba merupakan sekolah favorit bagi para orang tua maupun anak-anaknya.

Tentu sebagai sekolah yang difavoritkan, sekolah-sekolah tersebut ingin memberikan pembelajaran yang baik dan berkualitas bagi anak didiknya. Terutama dalam pembelajaran matematika, mengingat kebanyakan siswa menganggap bahwa mata pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit dimengerti. 
Untuk menghilangkan persepsi tersebut tentu pembelajaran matematika yang berkualitas menjadi syarat mutlak yang harus diwujudkan. Apalagi sebagai sekolah yang difavoritkan  masyarakat, maka seharusnya pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan menjadi contoh dan panutan untuk sekolah-sekolah swsta disekitarnya.

Dari uraian di atas,  peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait dengan pembelajaran matematika di wilayah tersebut sehingga perlu dilakukan sebuah penelitian tentang “ Pembelajaran Matematika Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba  Tahun 2008/2009”.
B.    Fokus Penelitian

Untuk mempertegas arah penelitian ini, maka perlu untuk merumuskan permasalahan yang akan menjadi fokus penelitian dalam penelitian ini. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah:
  1. Bagaimana Pembelajaran Matematika Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba Tahun 2008/2009 ?
  2. Apa Permasalahan Pembelajaran Matematika Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba Tahun 2008/2009 ?
  3. Apa langkah-langkah Mengatasi Permasalahan Pembelajaran Matematika Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba Tahun 2008/2009 ?



C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan fokus penelitiain dari penelitian ini, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah:
  1. Mengetahui pelaksanaan Pembelajaran Matematika Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba Tahun  2008/2009.
  2. Mengetahui permasalahan Pembelajaran Matematika Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba Tahun 2008/2009
  3. Mengetahui langakah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan Pembelajaran Matematika Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba  Tahun 2008/2009

 Sedangkan manfaat dari hasil penelitian ini secara umum dapat dilihat dari dua segi yang berbeda, yaitu:
1.    Kegunaan Secara Teoritis
  • Memberikan tambahan pengetahuan tentang pelaksanaan pembelajaran matematika di lapangan.
  • Memberikan pemahaman tentang pelaksanaan pembelajaran matematika yang berkualitas dan permasalahan-permasalahan yang sering dihadapi ketika pelaksanaan pembelajaran matematika dan upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.

2.    Kegunaan Secara Praktis
  • Diharapkan sebagai bahan refleksi bagi guru tentang pelaksanaan pembelajara matematika yang dilakukan selama ini.
  • Sebagai bahan masukan dalam rangka memperbaiki sistem pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba maupun sekolah-sekolah lainnya.
  • Bagi Kepala Sekolah, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan pembelajaran matematika di sekolah masing-masing.
  • Bagi peneliti, penelitian ini menjadi guru yang ketika nanti terjun langsung sebagai aktor dalam kegiatan pembelajaran matematika akan menjadi pedoman dalam menciptakan pembelajaran matematika yang berkualitas.
D.    Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

Untuk membatasi cakupan dalam penelitian ini sehingga penelitian yang dilakukan benar-benar fokus pada konteks penelitian dan pada saat pengumpulan data peneliti mempunyai panduan dalam upaya memperoleh informasi atau data  yang dibutuhkan terkait dengan permasalahan yang diteliti. Maka perlu menentukan batasan-batasan atau cakupan penelitian.

Penelitian ini dilakukan dalam upaya untuk memperoleh informasi terkait dengan pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba, dari  tahap perencanaannya, pelaksanaannya di dalam kelas, evaluasi dan permasalahan-permasalahan yang muncul pada saat pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba serta upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan pembelajaran matematika dalam rangka   meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri se-Kecamatan. Wanasaba tahun 2008/2009.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur. Ada tiga Sekolah Menengah Pertama  (SMP) Negeri yang terdapat di Kecamatan Wanasaba yang akan menjadi objek penelitian. Pertama, SMP Negeri 1 Wanasaba yang berada di perbatasan antara Desa Wanasaba dengan Desa Mamben Daya   tepatnya di Jln. Negara Labuhan Lombok Wanasaba. Kedua, SMP Negeri 2 Wanasaba yang berada di Desa Karang Baru tepatnya di Jln. Segara Anak, posisinya agak jauh dari pusat Kecamatan Wanasaba. Ketiga, SMP Negeri 3 Wanasaba yang berada di Desa Wanasaba tepatnya di Jln. Jurusan Arya Banjar Getas, dimana belum terdapat alat transportasi umum yang menuju sekolah tersebut. Walaupun sudah ada jalan besar, alat transportasi yang digunakan hanya ojek.

 
E.    Telaah Pustaka

Tidak dapat dipungkiri bahwa umumnya banyak masalah-masalah dalam dunia pendidikan sudah pernah dikaji secara mendalam dalam sebuah penelitian. Namun tentu dalam setiap penelitian tersebut memiliki titik tekan yang berbeda dalam mengkaji sebuah masalah walalaupun konteks penelitiannya sama. Begitu juga dalam penelitian ini, walaupun telah banyak yang sudah melakukan penelitian yang terkait dengan pembelajaran matematika, akan tetapi fokus kajian dan ruang lingkup atau kedalaman kajian dalam penelitian ini memiliki perbedaan-perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Sebagai gambaran dan bahan perbandingan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, maka berikut akan diuraikan beberapa penelitian yang masih terkait dengan pembelajaran.


SUMBER : http://www.sarjanaku.com/2010/10/penerapan-pembelajaran-berbasis-masalah.html

Senin, 17 Maret 2014

MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA




MEMBANGUN  KARAKTER  PESERTA  DIDIK
DENGAN  PENDIDIKAN  MATEMATIKA

       A.    Pendahuluan

Pendidikan merupakan suatu hal penting bagi kehidupan manusia karena ilmu merupakan bekal yang paling utama dalam menjalani hidup. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, dunia pendidikan pun dituntut untuk adaptif terhadap kemajuan dan perkembangan zaman. Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab bersama segenap komponen bangsa dalam upaya membentuk watak dan  identitas bangsa Indonesia. Kurikulum pendidikan di Indonesia pun diarahkan untuk pembinaan karakter bangsa melalui aplikasi dalam pembelajaran sebagai tindak lanjut dari semangat pendidik modern Indonesia tempo dulu, seperti Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, 1889 – 1959) http://afidburhanuddin.wordpress.com/ 2013/ 11/ 08/ pengertian-pendidikan/ merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.
Proses pembelajaran ditandai dengan aktivitas dan interaksi antara guru dengan peserta didik, serta antar peserta didik. Melalui pembelajaran matematika sesuai tujuannya, diharapkan mampu menjadi salah satu wahana untuk membangun dan mengembangkan implementasi dari pendidikan karakter. Upaya pembinaan karakter peserta didik menjadi peran strategis guru, di samping pengembangan kurikulum. Guru perlu memenuhi kualifikasi untuk menjadi guru yang profesional, misalnya mempunyai kompetensi yang mendukung sesuai tugas dan tangung jawabnya. Guru perlu membekali diri dengan kompetensi kognitif, pedagogis, sosial, dan kepribadian.



       B.     Kajian Filsafat
Dari para filosof mempunyai penafsiran tentang definisi dari pendidikan (http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/08/pengertian-pendidikan/) adalah sebagai berikut :
  • Plato (filosof Yunani yang hidup dari tahun 429 SM-346 M) mengatakan bahwa pendidikan itu ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang memungkinkan tercapainya kesemurnaan.
  • Aristoteles (filosof terbesar Yunani, guru Iskandar Makedoni, yang dilahirkan pada tahun 384 SM-322 SM) mengatakan bahwa pendidikan itu ialah menyiapkan akal untuk pengajaran.
  •  Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah) mengatakan bahwa pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal dan rohani.
  • Rousseau (filosof Prancis, 1712-1778 M) mengatakan bahwa pendidikan ialah pembekalan diri kita dengan sesuatu yang belum ada pada kita sewaktu masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya di waktu dewasa.
  • James Mill (filosof Inggris, 1773-1836) mengatakan bahwa pendidikan itu harus menjadikan seseorang cakap, agar dia menjadi orang yang senantiasa berusaha mencapai kebahagiaan untuk dirinya terutama dan untuk orang lain selainnya.
  • John Dewey (filosof Chicago, 1859 M – 1952 M) mengatakan bahwa pendidikan adalah membentuk manusia baru melalui perantaraan karakter dan fitrah, serta dengan mencontoh peninggalan – peninggalan budaya lama masyarakat manusia.
  • Jean-Jacques Rousseau (filosof swiss 1712-1778) menurutnya pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, tetapi kita membutuhkannya di waktu dewasa.
  • Langeveld adalah seorang ahli pendidikan bangsa Belanda Ahli ini merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.
  • Sedangkan Darnelawati (1994) berpendapat bahwa pendidikan formal adalah pendidikan di sekolah yang berlangsung secara teratur dan bertingkat mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Tujuan pendidik adalah untuk memperkaya budi pekerti, pengetahuan dan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan trampil dalam suatu bidang pekerjaan tertentu.
  • Pendidikan menurut Al-Ghazali (http://pers-stai-tasikmalaya.blogspot.com/ 2012/10/pendidikan-menurut-imam-gozali.html) yaitu proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna”
Selain mengerti tentang definisi pendidikan, kita perlu tahu juga pengertian karakter. Ada beberapa pendapat dari para tokoh dan filosof mengenai definisi karakter  sebagai berikut :
1.      Koesoema A, karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian adalah ciri atau karakteristik, gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan;
2.      Suyanto, karakter adalah cara berfikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas individu untuk hidup dan bekerjasama baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara;[1][2]
3.    Scerenko, karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, etis, kompleksitas mental seseorang dengan orang lain;
4. Helen G. Douglas, karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, perbuatan demi perbuatan.[2][3]
5.    Al-Farabi seorang filsuf Islam (http://rahmadashariuinsuska.blogspot.com /2013/07/pendidikan-karakter-menurut-para-filosof.html), akhlak adalah upaya menumbuh-kembangan akhlak potensial baik yang ada di dalam diri setia manusia dengan jalan membiasakan lahirnya perilaku-perilaku terpuji dan membangun situasi kondisi yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya perilaku yan terpuji di dalam diri seseorang.

      C.    Tujuan pendidikan
Menurut al-Ghazali (http://pers-stai-tasikmalaya.blogspot.com/2012/10/ pendidikan-menurut-imam-gozali.html), pendidikan dalam prosesnya haruslah mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani, mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sehingga tujuan pendidikan dirumuskan sebagai pendekatan diri kepada Allah, yaitu untuk membentuk manusia yang shalih, yang mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada Allah dan kewajiban-kewajibannya kepada manusia sebagai hambaNya.
Tujuan pendidikan jangka panjang yang dirumuskan sebagai pendekatan diri kepada Allah, dapat dicapai dengan melaksanakan ibadah wajib dan sunnah serta mengkaji ilmu-ilmu fardhu ‘ain seperti ilmu syariah. Sementara, orang-orang yang hanya menekuni ilmu fardhu kifayat sehingga memperoleh profesi-profesi tertentu dan akhirnya mampu melaksanakan tugas-tugas keduniaan dengan hasil yang optimal sekalipun, tetapi tidak disertai dengan hidayah al-din, maka orang tersebut tidak akan semakin dekat dengan Allah.
Tujuan pendidikan jangka pendek menurut al-Ghazali adalah diraihnya profesi manusia sesuai dengan bakat dan kemampuannya dengan mengembangkan ilmu pengetahuan yang fardhu ‘ain dan fardhu kifayat. Masalah kemuliaan duniawi bukanlah tujuan dasar dari seseorang yang melibatkan diri dalam dunia pendidikan. Seorang penuntut ilmu seperti siswa, mahasiswa, guru, atau dosen, akan memperoleh derajat, pangkat, dan segala macam kemuliaan lain yang berupa pujian, kepopularitasan, dan sanjungan manakala ia benar-benar mempunyai motivasi hendak meningkatkan kualitas dirinya melalui ilmu pengetahuan untuk diamalkan. Sebab itulah, al-Ghazali menegaskan bahwa langkah awal seseorang dalam proses pembelajaran adalah untuk menyucikan jiwa dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela, dan motivasi pertama adalah untuk menghidupkan syariat dan misi Rasulullah.
      
      D.    Nilai Karakter
Dari pengalaman ada dua pendekatan dalam pendidikan karakter (http://pers-stai-tasikmalaya.blogspot.com/2012/ 10/ pendidikan - menurut - imam - gozali. html), yaitu: (1) Karakter yang diposisikan sebagai mata pelajaran tersendiri; dan (2) Karakter yang built- in dalam setiap mata pelajaran. Sampai saat ini, pendekatan pertama ternyata lebih efektif dibandingkan pendekatan kedua. Salah satu alasannya ialah karena para guru mengajarkan masih seputar teori dan konsep, belum sampai ke ranah metodologi dan aplikasinya dalam kehidupan. Idealnya, dalam setiap proses pembelajaran mencakup aspek konsep (hakekat), teori (syare’at), metode (tharekat) dan aplikasi (ma’rifat). Jika para guru sudah mengajarkan kurikulum secara komprehensif melalui konsep, teori, metodologi dan aplikasi setiap bidang studi, maka kebermaknaan yang diajarkannya akan lebih efektif dalam menunjang pendidikan karakter.
Nilai-nilai karakter antara lain (http://pers-stai-tasikmalaya.blogspot.com/ 2012/10/pendidikan-menurut-imam-gozali.html): (1) Cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya; (2) tanggung jawab, disiplin dan mandiri; (3) jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, peduli, dan kerja sama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai, dan persatuan. Untuk implementasinya memerlukan kajian dan aplikasi nilai-nilai yang terkandung dalam karakter bangsa pada kegiatan pembelajaran di sekolah.  Integrasi nilai karakter bangsa pada kegiatan pembelajaran dapat dilakukan melalui tahap-tahap perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

      E.     Indikator Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bangsa bisa dilakukan dengan pembiasaan nilai moral luhur kepada siswa dan membiasakan mereka dengan kebiasaan yang sesuai dengan karakter kebangsaan. Berikut 18 indikator pendidikan karakter bangsa ( pusat kurikulum departemen pendidikan Nasional: 2010 ) dalam http://rumahinspirasi.com/ 18-nilai-dalam-pendidikan-karakter-bangsa/  sebagai bahan untuk menerapkan pendidikan karakter pada siswa:
1.      Religius, adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama  yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.      Jujur, adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.      Toleransi, adalah sikap dan  tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
4.      Disiplin, adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.    Kerja Keras, adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 
6.     Kreatif, adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk  menghasilkan cara atau hasil baru dari  sesuatu yang telah dimiliki.
7.  Mandiri, adalah sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.     Demokratis, adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama  hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.  Rasa ingin tahu, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
10.  Semangat kebangsaan, adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11.  Cinta tanah air, adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12.  Menghargai prestasi, adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,  mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.
13.  Bersahabat/komuniktif, adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14.  Cinta damai, adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya 
15.  Gemar membaca, adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.  Peduli lingkungan, adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.  Peduli sosial, adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 
18. Tanggung jawab, adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

       F.     Prinsip Pendidikan Karakter
Selain adanya indicator yang merupakan kata kunci dalam menemukan tujuan pendidikan karakter, tentunya ada prinsip-prinsip yang harus dikembangkan guna tercapainya karakter yang diharapkan. Prinsip-prinsip pendidikan karakter dalam http:// kita - bermimpi. blogspot. com/ 2012/ 12/ contoh – makalah - pendidikan-karakter.html diantaranya:
1.      Komunitas sekolah mengembangkan dan meningkatkan nilai-nilai inti etika dan kinerja sebagai landasan karakter yang baik.
2.   Sekolah menyediakan kesempatan yang luas bagi para siswanya untuk melakukan berbagai tindakan moral.
3.      Sekolah menggunakan pendekatan yang komprehensif, intensif dalam  pengembangan karakter.
4.      Sekolah menciptakan sebuah komunitas yang memiliki kepedulian tinggi.
5.    Sekolah menyediakan kurikulum akademik yang bermakna dan menantang, dapat menghargai dan menghormati seluruh  peserta didik, mengembangkan karakter mereka, dan berusaha membantu mereka untuk meraih berbagai kesuksesan.
6.      Sekolah mendorong siswa untuk memiliki motivasi diri  yang kuat.
7.    Sekolah mendorong kepemimpinan bersama yang memberikan dukungan penuh terhadap gagasan  pendidikan karakter dalam jangka panjang.
8.      Sekolah melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter
9.      Secara teratur, sekolah melakukan asesmen  terhadap budaya dan iklim sekolah, keberfungsian para staf sebagai pendidik karakter di sekolah, dan sejauh mana siswa  dapat mewujudkan karakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari

      G.    Membangun Karakter dengan Pendidikan Matematika
Dalam lingkup satuan pendidikan pengembangan karakter dilakukan dengan menggunakan (1) pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran, (2) pengembangan budaya satuan pendidikan, (3) pelaksanaan kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, serta (4) pembiasaan prilaku dalam kehidupan di lingkungan satuan pendidikan (http://edukasi.kompasiana.com/2013/02/04/pendidikan-karakter-dalam-pembelajaran-matematika-525565.html) . Hal ini berarti, pedidikan karakter bukanlah suatu mata pelajaran khusus, tetapi pelaksanaannya dituangkan dalam setiap kegiatan di setiap mata pelajaran yang ada. Keberhasilan program ini tentunya tidak lepas dari adanya keteladanan dari para pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik meliputi para pemimpin bangsa, pemuka masyarakat, pemuka agama, dan orang tua. Sedangkan tenaga pendidik meliputi guru, dan penyelenggara pendidikan di sekolah.para pendidik.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai ada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan dan dikaitkan (dieksplisitkan) dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dalam http://muhamad-saiful-fst12.web.unair.ac.id/artikel_detail - 71494 - Education – pentingnya % 20 Pendidikan % 20 Karakter. html dikatakan bahwa beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.
Matematika yang selama ini hanya dimaknai sebagai mata pelajaran biasa di sekolah, sebenarnya bisa jadi sarana membangun karakter siswa.
Apabila seseorang mempunyai karakter yang baik terkait dengan Tuhan yang Maha Esa dan sesamanya, seluruh kehidupannya pun akan menjadi baik. Namun sayang sekali karakter yang semacam ini tidak selalu terbangun dalam diri orang–orang yang beragama. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya kesadaran dalam keberagamaan. Oleh karena itu anak didik harus dikembangkan karakternya agar benar–benar berkeyakinan, bersikap, berkata – kata, dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.
Manusia itu selalu mengalami penurunan atau kemunduran dalam kepibadiannya. Oleh sebab itu semua nilai-nilai yang terkadung patut ditumbuh kembangkan bagi setiap individu. Untuk itulah diharapkan pembelajaran matematika tidak hanya cukup mementingkan rasio, dimana siswa hanya sebagai pemakai ilmu saja, namun juga pada pengembangan karakternya.
Pembelajaran matematika memfasilitasi proses belajar siswa untuk mnguasai berbagai kompetensi matematis. Di balik itu, siswa bukan saja dapat menguasai berbagai kompetensi matematis namun juga dapat mengembangkan dan mewujudkan nilai dan karakter bangsa. Hal ini memberi pengertian bahwa pembelajaran matematika dapat turut membangun karakter bangsa.
Karakter utama dalam pembelajaran matematika meliputi berpikir logis, kritis, kerja keras, keingintahuan, kemandirian, percaya diri, dan tanggung jawab.  Salah satu tujuan pembelajaran matematika menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 (Depdiknas, 2006) tentang Standar Isi Mata Pelajaran Matematika dalam http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/12/08-afektif_limas_1.pdf adalah, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan tersebut merupakan tujuan pendidikan karakter yang akan mengantar peserta didik menjadi manusia cerdas dan berkarakter. Karakter-karakter tersebut dapat dikembangkan melalui implementasi berbagai model pembelajaran.
Implementasi model pembelajaran matematika dapat memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan karakter seperti yang telah disebutkan di atas, diantaranya adalah: Model Pemecahan Masalah, Model Penemuan, Model Kooperatif, dan Model Pembelajaran Kontekstual dan Realistik.

Menurut George Polya dalam http://berly-bastian.blogspot.com/2011/12/4-langkah- penyelesaian- problem - solving. html, ada 4 langkah dalam model pembelajaran pemecahan masalah yaitu understanding the problem, making a plan, carrying out the plan, looking back. Khususnya dalam model pembelajaran pemecahan masalah matematika, pada langkah memahami masalah, peserta didik harus dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Selanjutnya membuat rencana atau merancang model matematika, pada langkah ini siswa harus dapat mengaitkan masalah yang ada menjadi masalah matematika. Pada tahap ini peserta didik berlatih mengaitkan masalah yang ada dengan konsep atau pengetahuan matematika. Langkah berikutnya adalah menyelesaikan masalah berdasarkan model yang telah direncanakan. Langkah terakhir adalah menafsrkan solusi atau memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh. Dari langkah-langkah pembelajaran ini, dapat kita harapkan peserta didik dapat mengembangkan sikap kritis, taat pada aturan atau disiplin, ulet, percaya diri.
Menurut Jerome S. Bruner dalam http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/ 2008/07/29/%E2%80%9Djerome-bruner-belajar-penemuan%E2%80%9D/ menyatakan bahwa belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan dapat bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Dari proses pembelajaran tersebut peserta didik dapat mengembangkan sikap mandiri, percaya diri, tidak mudah menyerah atau ulet, kerja keras dan bertanggungjawab.
Dalam http://www.tugasku4u.com/2013/05/makalah–model-pembelajaran-kooperatif.html model pembelajaran kooperatif  merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif atau pembelajaran dengan model kooperatif memfasilitasi peserta didik untuk dapat mengembangkan sikap toleransi, demokratis, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli sosial dan tanggung jawab.
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) dalam http://www.m-edukasi.web.id/2011/12/pengertian-pembelajaran-kontekstual-ctl.html merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. Hasil yang dapat dihasilkan dari pembelajaran kontekstual yakni membantu peserta didik untuk dapat mengembangkan sikap toleransi, demokratis, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli sosial dan tanggung jawab.

       H.    Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan tugas dan tanggung jawab semua pihak. Lembaga pendidikan formal mempunyai kewajiban membentuk karakter peserta didik melalui pengintegrasian pendidikan karakter dalam setiap mata pelajaran. Implementasi berbagai model pembelajaran dalam pembelajaran matematika dapat memfasilitasi pembentukan karakter peserta didik

     Daftar Pustaka
Burhanuddin, Afid. 2013. http:// afidburhanuddin. wordpress.com/ 2013 / 11/ 08/ pengertian-pendidikan/. Diakses tanggal 12 maret 2014 
Anonim. 2012. http:// pers - stai - tasikmalaya. blogspot. com/ 2012/ 10/ pendidikan-menurut- imam-gozali.html diakses tanggal 12 Maret 2014
Ashari, Rahmad. 2013. http:// rahmadashariuinsuska. blogspot. com / 2013 / 07 / pendidikan-karakter-menurut-para-filosof.html diakses tanggal 13 Maret 2014
Shadiq, Fadjar. 2008. http:// fadjarp3g. files. wordpress.com/ 2008/ 12/ 08 - afektif_ limas_1.pdf diakses tanggal 15 Maret 2014
Widiyatmoko, Arif. 2008. http://arifwidiyatmoko. wordpress. com/ 2008/ 07/ 29/ %E 2%80%9Djerome-bruner-belajar-penemuan%E2%80%9D/ diakses tanggal 15 Maret 2014
Anonim. 2011. http:// www.m-edukasi . web.id/ 2011/ 12/ pengertian - pembelajaran-kontekstual-ctl.html diakses tanggal 15 Maret 2014